SEJARAH KOTA NGAWI

Asal usul

Kata Ngawi berasal dari kata awi ,
bahasa Sanskerta yang berarti
bambu dan mendapat imbuhan kata
ng sehingga menjadi Ngawi. Dulu
Ngawi banyak terdapat pohon
bambu. Seperti halnya dengan
nama-nama di daerah-daerah lain
yang banyak sekali nama-nama
tempat (desa) yang di kaitkan
dengan nama tumbuh-tumbuhan.
Seperti Ngawi menunjukkan suatu
tempat yang di sekitar pinggir
Bengawan Solo dan Bengawan
Madiun yang banyak ditumbuhi
bambu. [3] Nama ngawi berasal dari
“awi” atau “bambu” yang
selanjutnya mendapat tambahan
huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”.
Apabila diperhatikan, di Indonesia
khususnya jawa, banyak sekali
nama-nama tempat (desa) yang
dikaitkan dengan flora, seperti :
Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis,
Manggis dan lain-lain.

Hari Jadi

Penelusuran Hari jadi Ngawi
dimulai dari tahun 1975, dengan
dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk.
II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh,
tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor
Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April
1976. Ketua Panitia Penelitian atau
penelusuran yang di ketuai oleh
DPRD Kabupaten Dati II Ngawi.

Dalam penelitian banyak ditemui
kesulitan-kesulitan terutama
narasumber atau para tokoh-tokoh
masayarakat, namun mereka tetap
melakukan penelitian lewat sejarah,
peninggalalan purbakala dan
dokumen-dokumen kuno.
Didalam kegiatan penelusuran
tersebut dengan melalui proses
sesuai dengan hasil sebagai
berikut :

Pada tanggal 31 Agustus 1830,
pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi
Ngawi dengan Surat Keputusan
DPRD Kabupaten Dati II Ngawi
tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek.
13/25/DPRD, yaitu berkaitan dengan
ditetapkan Ngawi sebagai Order
Regentschap oleh Pemerintah
Hindia Belanda.
Pada tanggal 30 September 1983,
dengan Keputusan DPRD Kabupaten
Dati II Ngawi nomor
188.170/2/1983, ketetapan diatas
diralat dengan alasan bahwa
tanggal 31 Agustus 1830 sebagai
Hari Jadi Ngawi dianggap kurang
Nasionalis, pada tanggal dan bulan
tersebut justru dianggap
memperingati kekuasaan
Pemerintah Hindia Belanda.

Menyadari hal tersebut Pada
tanggal 13 Desember 1983 dengan
Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II
Ngawi nomor 143 tahun 1983,
dibentuk Panitia/Tim Penelusuran
dan penulisan Sejarah Ngawi yang
diktuai oleh Drs. Bapak Moestofa.
Pada tanggal 14 Oktober di
sarangan telah melaksanakan
simposium membahas Hari Jadi
Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto
K, Atmodjo dan Bapak MM.
Soehardjo Hatmosoeprobo dengan
hasil symposium tersebut
menetapkan :

Menerima hasil penelusuran
Bapak Soehardjo Hatmosoeprobo
tentang Piagam Sultan Hamengku
Buwono tanggal 2 Jumadilawal
1756 Aj, selanjutkan

menetapkan
bahwa pada tanggal 10 Nopember
1828 M, Ngawi ditetapkan sebagai
daerah Narawita (pelungguh) Bupati
Wedono Monco Negoro Wetan.
Peristiwa tersebut merupakan
bagian dari perjalanan Sejarah
Ngawi pada zaman kekuasaan
Sultan Hamengku Buwono.

Menerima hasil penelitian Bapak
MM. Soekarto K. Atmodjo tentang
Prasasti Canggu tahun 1280 Saka
pada masa pemerintahan Majapahit
di bawah Raja Hayam Wuruk.

Selanjutmya menetapkan bahwa
pada tanggal 7 Juli 1358 M, Ngawi
ditetapkan sebagai Naditirapradesa
(daerah penambangan) dan daerah
swatantra. Peristiwa tersebut
merupakan Hari Jadi Ngawi
sepanjang belum diketahui data
baru yang lebih tua.
Melalui Surat Keputusan nomor :
188.70/34/1986 tanggal 31
Desember 1986 DPRD Kabupaten
Dati II Ngawi telah menyetujui
tentang penetapan Hari Jadi Ngawi
yaitu pada tanggal 7 Juli 1358 M.
Dan ditetapkan dengan Surat
Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi
No. 04 Tahun 1987 pada tanggal 14
Januari 1987. Namun Demikian
tidak menutup kemungkinan untuk
melakukan penelusuran lebih lanjut
serta menerima masukan yang
berkaitan dengan sejarah Ngawi
sebagai penyempurnaan di
kemudian hari. [3]

Wilayah

Kabupaten Ngawi terletak di wilayah
barat Provinsi Jawa Timur yang
berbatasan langsung dengan
Provinsi Jawa Tengah. Luas
wilayah Kabupaten Ngawi adalah
1.298,58 km2, di mana sekitar 40
persen atau sekitar 506,6 km2
berupa lahan sawah. Secara
administrasi wilayah ini terbagi ke
dalam 19 kecamatan dan 217 desa,
dimana 4 dari 217 desa tersebut
adalah kelurahan. Pada tahun 2004
berdasarkan Peraturan Daerah
(Perda) wilayah Kabupaten Ngawi
terbagi ke dalam 19 kecamatan,
namun karena prasaranan
administrasi di kedua kecamatan
baru belum terbentuk maka dalam
publikasi ini masih menggunakan
Perda yang lama.

Secara geografis Kabupaten Ngawi
terletak pada posisi 7° 21’ - 7° 31’
Lintang Selatan dan 110° 10’ - 111°
40’ Bujur Timur. Topografi wilayah
ini adalah berupa dataran tinggi dan
tanah datar. Tercatat 4 kecamatan
terletak pada dataran tinggi yaitu
Sine, Ngrambe , Jogorogo dan
Kendal yang terletak di kaki Gunung
Lawu.
Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Grobogan, Kabupaten
Blora (keduanya termasuk wilayah
Provinsi Jawa Tengah), dan
Kabupaten Bojonegoro di utara,
Kabupaten Madiun di timur,
Kabupaten Magetan dan Kabupaten
Madiun di selatan, serta Kabupaten
Sragen (Jawa Tengah) di barat.
Bagian utara merupakan perbukitan,
bagian dari Pegunungan Kendeng.
Bagian barat daya adalah kawasan
pegunungan, bagian dari sistem
Gunung Lawu (3.265 meter). [4]

Kecamatan

Kabupaten Ngawi terdiri atas 19
kecamatan yang terbagi dalam
sejumlah 217 desa dan 4 kelurahan.
Pusat pemerintahan di Kecamatan
Ngawi. [butuh rujukan]

1. Kecamatan Bringin.
2. Kecamatan Geneng.
3. Kecamatan Jogorogo.
4. Kecamatan Karangjati.
5. Kecamatan Kedunggalar.
6. Kecamatan Kendal.
7. Kecamatan Kwadungan.
8. Kecamatan Mantingan.
9. Kecamatan Ngawi.
10. Kecamatan Ngrambe.
11. Kecamatan Padas.
12. Kecamatan Pangkur.
13. Kecamatan Paron.
14. Kecamatan Pitu.
15. Kecamatan Sine.
16. Kecamatan Widodaren.
17. Kecamatan Karanganyar
18. Kecamatan Kasreman
19. Kecamatan Gerih

Transportasi

Kabupaten Ngawi dilintasi jalur
utama Surabaya- Yogyakarta, jalur
utama Cepu , Bojonegoro-Madiun
dan menjadi gerbang utama Jawa
Timur jalur selatan. Kabupaten ini
juga dilintasi jalur kereta api
Jakarta-Yogyakarta-Bandung/
Jakarta, namun tidak melewati
ibukota kabupaten. Stasiun kereta
api terdapat di Geneng, Paron,
Kedunggalar, dan Walikukun .
Disamping itu dari jalur tengah yang
menghubungkan Solo ke ngawi ada
beberapa jalur jalan klas III yang
kemudian saling berkait dari paling
barat mantingan-sine ngrambe,
Gendingan-walikukun ngrambe
jogorogo-keutara paron terus ngawi,
sedangkan jogorogo ke timur kendal
terus bisa ke Magetan, jalur ini
sering dipakai sbg jalur alternatif
apabila jalur utama mengalami
gangguan misalnya banjir, sehingga
kendaraan banyak yg melintasi jalur
ini. dari kota Ngawi jalur pintas ke
surabaya lewat karangjati terus ke
caruban / surabaya

Pendidikan

Pondok Pesantren Gontor Putri 1, 2
terdapat di Desa Sambirejo,
Kecamatan Mantingan , Kabupaten
Ngawi, yakni di dekat perbatasan
dengan Jawa Tengah. Ada juga
Pondok Modern Darussalam Gontor
Putri 3 yang terletak di Desa
Karangbanyu, Kecamatan
Widodaren Kabupaten Ngawi yang
berjarak sekitar 6 km dari Gontor
Putri 1 dan 2.

Secara umum bidang pendidikan
masih didominasi oleh sekolah
negeri, terutama tingkat dasar. SD
Negeri tersebar di semua desa
melalui program SD Inpres. SMP
Negeri masih terpusat di kota-kota
kecamatan. Belum di semua
kecamatan terdapat SMU Negeri.

SMA Negeri 1 Ngawi dan SMA
Negeri 2 Ngawi adalah salah satu
sekolah favorit di Kabupaten Ngawi
yang mempunyai banyak kegiatan
ekstra kurikuler. Sekolah ini banyak
menghasilkan generasi penerus
Ngawi yang tangguh dan berpotensi
untuk membangun kota Ngawi.
Salah satu organisasi yang dominan
di SMA 1 Ngawi adalah Pramuka.

SMP Negeri 3 Ngrambe melahirkan
banyak siswa yang berprestasi dan
membawa harum nama kabupaten
ngawi. Seperti Zulfika Angga
Rachmadoni ( A.K.A Bambang)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gugon tuhon | ilmu jawa | basa jawa |

Paribasan jawa | peribahasa jawa

KUMPULAN BAND ANAK NGAWI